Antara Bakat dan latihan


pengalman hidup Chris John di atas memberikan kita pelajaran bahwa kunci sukses ialah latihan yang keras. Bahkan, bagi mereka yang memiliki bakat tertentu pun, harus belatih agar dapat memaksimalkan kemampuanya. Iya, bakat saja tidak cukup untuk memiliki keahlian dalam bidang tertentu.

Pendapat yang menyatakan bahwa bakat saja tidak cukupuntuk sukses sudah di teliti para psikolog dunia. Penelitian yang paling menarikdilakukan K. andre Ericson bersama dua rekanya Th. Krampe dan Clemens Tesch-Romer di academy of music di Berlin. Ia mancari jawaban dari sebuah pertanyaan yang sangat mendasar : apakah memang ada yang disebut sebagai bakat bawaan? Jawabanya pasti ada.

Penelitianya yang juga dikutip dalam buku Qutlier , rahasia di balik sukses karya malcolm Gladwell ini dilakukan awal tahun 1990-an, Ericson dan para peneliti lainya mambgi para pemain biola di sekolah music tersebut dalam tiga kelompok. Kelompok pertama berisi pemain bintang, siswa yang berpotensi menjadi pemain biola solo kelas dunia. Di kelompok kedua berisi pemain-pemain yang masih dalam kategori “bagus,” namun belum mencapai level bintang. Kemudian dari kelompok ketiga adalah para pemain yang kemungkinanbesar tidak akan pernah bermain secara profesional dan mereka yang memiliki keinginan manjadi guru musik di sekolah negri.

Dalam penelitian tersebut Ericsson memberikan pertanyaan yang sama kepada semua pemain biola tersebut. Ericsson bertanya, selama berkarir sebagai pemain biola, sejak pertama kali bermain biola berapa lama latihan yang sudah dilakukan?

Banyak hala yang ditemukan Ericsson dalam penelitian tersebut. Pertama, semua pemain biola dari ketiga kelompok tersebut mengatakan telah berlatih di usia yang sama, ketika berumur kurang lebih lima tahun . Di tahun-tahun pertama semua pemain biola tersebut berlatih sama banyak, sekitar dua sampai tiga jam  setiap minggunya.hanya saja ketika memasuki usia delapan tahun terjadi perbedaan jumlah jam latihan. Siwa yang masuk dalam kelompok pemain biola terbaik berlatih lebih sering dibandinkan teman-temanya yang lain, yakni enam jam seminggu  pada usia sembilan tahun, delapan jam seminggu dalam usia dua belas tahun, enam belas jam seminggu di usia empat belas tahun, dan terus meningkat sehingga di usia dua puluh tahun merekaberlatih selama tiga puluh jam setiap minggunya.

Ericsson juga melanjutkan penelitiannya pada pemain piano amatirdan profesional. Dalam penelitian yang membandingkan dua kelompok pemain piano tersebut, pola yang sama juga muncul. Para pemain amatir tidak pernah berlatih lebih dari tiga jam setiap minggunya pada masa kanak-kanak. Sebaliknya, pemain piano profesional secara konsisten selalu menambah jam latihan setiap tahun hingga usia dua puluh tahun.

Penemuan Ericsson yang mengejutkan ialah ia dan rekan-rekan penelitianyatidak dapat menemukan “pemusik alami” seseorang yang memiliki bakat musik yang besar. Pemusik alami merupakan para pemusik yang bermain di tingkatan tertinggi dengan waktu latihan yang lebih sedikit dibanding rekannya.
Ericsson juga tidak dapat menemukan pemain yang masuk kategori “pekerja keras”, yaitu orang-orang yang berlatih lebih keras dibandingkan orang lain, akhirnya tidak masuk ke kelompok terbaik. Penelitian ini menunjukan bahwa begitu seorang musisi memiliki kemampuan untuk masuk ke sekolah musik hebat maka hal yang membedakan antara seorang musisi dengan rekanya adalah seberapa besar kerja keras yang mereka lakukan. Orang-orang yang berada di puncak tidak hanya berlatih keras dari orang lain, tetapi mereka berlatih sangat jauh lebih keras! Lebih jelasnya Ericson mengatakan:
“we agree that expert performance is qualitatively different from normal performance and even that expert perfoemers have characteristics and abilities  that are qualitatively different  from or ata least outside the range of those of normal adults. However, we deny that these differeces are immutable, that is, due to innate talent. Only a few exeptions, most notably height, are genetically prescribed. Instead, we argue that the differences between expert performers and normal adult reflect a life-long period of deliberate  effort to improve performance in a specific domain.”

(kami setuju bahwa kinerja ahli secara kualitatif berbeda dari kinerja normal dan bahkan pemain ahli memiliki karakteristik dan kemampuan yang secara kualitatif berbeda dari atau setidaknya di luar jangkauan orang dewasa normal. Namun, kami menyangkal bahwa pebedaan ini tidak berubah, hanya karena bakat bawaan. Hanya berberaoa pengecualian, terutama tinggi badan maupun ciri genetik. Sebaliknya, kami berpendapat bahwa perbedaan pemain ahli dan orang dewasa normal  pencerminkan periode upaya seumur hidup yang disengaja untuk meningkatkan kinerja dalam domain tertentu.)

dengan kata lain, kemampuan anda tidak tergantung kondisi bawaan sejak lahir, tetap ini tentang bagaimana secara konsisten dan sengaja anda dapat bekerja untuk meningkatkan kinerja. Beberapa perbedaan genetika yang jelas seperti tinggi badan memang tidak bisa dipungkiri dalam beberapa bidang keahlian, misalnya basket atau kuda. Akan tetapi, dalam banyak bidang lain motivasi, latihan, bahkan kemampuan kognitif akan membuat perbedaan.

Atas pijakan kaki, 13 desember 2015.
Tetsuya Arashi.
Previous
Next Post »